……
Ready ready ready, ready to run
all I'm ready to do is have some fun
What's all this talk about love?
I'm ready to run?
I'm ready, oh, I'm ready to run, I'm ready to run?
Beberapa jam sebelum event lomba lari 10k yang
diadakan oleh Pertamina Makassar dimulai, potongan potongan lagu Ready to Run itu terus terngiang-ngiang
ditelingaku dengan tanda Tanya di akhir setiap baitnya. Wajar saja dengan
latihan dan persiapan seadanya yang sering terganggu dengan hujan yang
akhir-akhir ini sering turun dipenghujung sore di kota Makassar cukup membuat saya
sedikit ragu apa saya mampu menyentuh garis finish. Dari sekitar delapan kali
latihan lari, jarak yang sanggup saya tempuh tak pernah lebih dari 6 kilometer.
Dan yap, sekitar pukul 05.15 wita saya telah berdiri
di belakang garis start bersama ribuan pelari dengan berbagai latar belakang
profesi. Terselip diantara pelari kasta terbawah yang hanya menjadikan lari
sebagai pengisi waktu dan pembakar lemak di pagi dan sore hari sampai Prajurit
TNI dan Polri, atlit nasional, dan pelari tingkat dewa sekelas pelari Kenya
yang tak pernah absen dalam setiap event lari tentunya. Walaupun Ini event lari
kedua saya setelah mengikuti Kalla Run 1 Desember lalu namun ini event lari
pertama saya pada kelas 10 kilometer. Kalau dalam novel “5 cm” ada beberapa
kata-kata sakti penyemangat Genta dan kawan-kawannya mendaki ke mahameru maka
dengan sedikit modifikasi dan menjiplak kata-kata itu maka dalam event lari ini
keyakinanku tergantung sedikit lebih jauh 10 kilometer kedepan sampai ke garis
finish. Dan yang saya perlukan
cuma kaki yang berlari lebih jauh dari biasanya, mata yang akan menatap kedepan
lebih jauh dari biasanya, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja,
dan jantung yang akan memompa lebih cepat dari biasanya. Serta mulut yang akan
selalu berdoa semoga saya tak pingsan di tengah lintasan ini. Semoga..
Dan tepat pukul 05.30 wita seluruh peserta
berhamburan kedepan, melesat meninggalkan garis start. Satu hal dalam lari
jarak jauh sebenarnya kita tak hanya berkompetisi dengan para pelari lainnya
untuk lebih dulu mencapai garis finish. Lebih dari itu bagaimana kita mampu
mengendalikan emosi dan pikiran mengatur ritme langkah dan nafas untuk tetap
bertahan sampai lintasan ini berakhir. Sepuluh sampai lima belas menit
pertama berlari adalah saat yang sangat
penting untuk tetap mengatur irama langkah dan menahan diri agar tidak
terprovokasi dengan irama langkah pelari lain yang mendahului. Seperti dalam
kehidupan katanya konsistensi sangat diperlukan dalam menciptakan kebiasaan
untuk mencapai tujuan-tujuan hidup. Maka apapun yang ingin kita capai maka
buatlah tujuan itu menjadi bagian dari kehidupanmu.
Memasuki kilometer ke tiga, beberapa pelari didepanku
mulai memperlambat langkahnya. Sempat terlintas menambah kecepatan untuk
mendahului namun sekali lagi tetap konsisten mengatur nafas jauh lebih utama.
Dalam event lari kali ini, pihak penyelenggara menyediakan water station setiap
3 kilometer untuk para pelari yang ingin minum mengganti cairan tubuh yang
hilang. Air isotonic dan teriakan semangat yang diberikan penyelenggara di
water station ini cukup membantu para pelari. Ya, saat mengikuti event lomba
lari seperti ini seseorang tidak benar-benar berlari sendirian. Beberapa orang
baik yang berada di lintasan atau diluar lintasan punya peran dalam
membangkitkan semangat kita. Seperti dalam hidup kita tidak mungkin dapat hidup
sendiri selalu ada orang-orang seperti keluarga, teman dan sahabat yang selalu
mengingatkan dan menjadi penyemangat untuk tetap kuat menjalaninya.
Sampai pada kilometer ke tujuh, adalah saat-saat
dimana tenaga di dalam tubuh sudah hampir habis, kepala terasa ringan,
penglihatan berkunang-kunang dan kecepatan langkah berkurang drastis. Ditambah beberapa
pelari yang kemudian mendahului turut menekan mental saya yang semakin
terpuruk. Ya, mungkin karena waktu latihan yang kurang atau pengaruh begadang
semalam. Kilometer tujuh sampai delapan adalah saat-saat sulit bagi saya saat
itu. Sempat terpikir untuk menyerah dan
berhenti ditengah-tengah lintasan seperti beberapa pelari lainnya yang
kehabisan tenaga namun kembali beberapa lagu dalam playlist yang kuputar saat
itu mengalun ikut memompa semangatku. Berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa
keyakinan yang kugantung 10 kilometer dari garis finish tadi, kurang dari 3
kilometer lagi.
Dalam
hidup, kebanyakan orang ketika menghadapi kesulitan mereka lantas menyerah,
putus asa dan kemudian berhenti. Kata beberapa motivator orang-orang yang
benar-benar sukses adalah mereka yang tidak mudah putus asa dan ketika hal-hal
menjadi sulit mereka hanya terus maju kedepan. Karena kekuatan seseorang, kata
mereka berasal dari dalam kepala kita masing-masing. Ya, saat itu saya sepakat
dengan mereka, ini tentang bagaimana memutuskan untuk melanjutkan terus berlari
menyelesaikan apa yang sudah dimulai dan tentu saja berharap mendapatkan yang
terbaik.
Kurang dari dua kilometer menjelang garis finish,
semangat kembali menyala setelah sempat meredup. Keyakinan untuk mendapatkan
medali 300 finisher pertama kemudian semakin menambah semangat untuk segera menyelesaikan
lintasan ini. Ayunan langkah semakin kupercepat begitu belokan terakhir
menjelang garis akhir.
Dan
akhirnya begitu menginjakkan kaki pada sensor di garis finish bersamaan dengan dikalungkannya medali bagi
300 finisher pertama dileherku hujanpun
turun.
Dari
event pertamina Makassar 10k ini saya memahami arti penting persiapan. Berlari jarak
jauh tidak bias dilakukan dengan asal-asalan, butuh persiapan yang matang,
latihan yang cukup dan tentu saja semangat yang pantang menyerah. Sama halnya
dengan hidup, semua tak bisa didapatkan dengan instan, butuh proses dan
persiapan yang memadai. Satu hal lagi manusia punya kendali dalam
mendefenisikan batas diri sendiri, maka cobalah melampaui batas-batas itu dan
lihatlah keajaiban yang terjadi.
Seperti mendaki yang mengajarkan banyak hal
tentang filosofi kehidupan, berlaripun ternyata memberikan banyak inspirasi
tentang nilai-nilai kehidupan selain tentunya akan sangat menyehatkan jika
dilakukan secara rutin. Beberapa orang mengatakan berlari itu bagaikan orang
yang sedang melakukan meditasi, saat dimana kau dapat dengan leluasa berbicara
dengan dirimu sendiri, kembali mereview kejadian seharian yang terlewati,
mendiskusikan masalah-masalah yang tengah kau hadapi sambil mencari
pemecahannya sendiri. Ya, ketika kakimu melangkah silih berganti berlari
pikiranmu pun ikut berlari kemana-mana dan berharap berbagai masalah yang kau
hadapi tertinggal jauh dibelakang terrbakar bersama peluh yang membasahi
tubuhmu. Sebab pada saat berlari kau tak hanya membakar beberapa ratus kalori
tubuhmu, lebih dari itu kau dapat membakar emosi yang berlebih-lebih yang mungkin
menumpuk sepanjang hari di kepalamu.
-Mariki Berlari-
-Mariki Berlari-
wihiyy ini cerita event lari 10K lalu yak. Pelari kenya yang selalu ikut event marathon itu orang yang sama bukan sih? sering baca di blog runner blogger lain jg bilang selalu ada pelari kenya *makanya penasaran haha*.Habis ni nyobain trail running sudaah :D
BalasHapushehehe, iya Sis..coba kemarin waktu sama Anggi tinggalnya agak lama di makassar. kuajak ikut event ini. kalo orang yang sama, kurang tau juga. saya kurang begitu memperhatikan wajah mereka. tapi satuhal sepertinya orang kenya memang diciptakan untuk lari. hahaha
Hapusboleh juga itu trail runningnya. ayo berlari..